BLOK MASELA
MAKALAH SOFTSKILL
PENGETAHUAN
LINGKUNGAN
“Polemik Model
Pengembangan Blog Masela”
Disusun Oleh :
Nama
Anggota : 1. Muhammad Yusuf Saputra / 36413190
2. Purwoko
Wicaksono / 36413961
3. Fajar Octoriyan /
4. Anggit Hermawan /
5. Zikri Akbar
Perdana /
6. Ardi Nur Alamsyah / 31413239
7. Agus Susanto /
8. Jemy Fahry /
9. Rizky Septian /
10. Harvitho
Kaezar .D /
Kelas :
3ID12
Mata Kuliah : Softskill Pengetahuan Lingkungan# / IT-043252
Dosen : Agus Sulaksono
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI
INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNADARMA
BEKASI
2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Gas bumi menjadi pilihan bahan bakar
penting abad ini. Hal tersebut didorong oleh adanya evolusi struktural
perekonomian global, perkembangan sumber daya energi baru, pertumbuhan
permintaan energi, isu lingkungan, dan pertumbuhan permintaan industri
petrokimia. Pemerintah Indonesia menyadari dan memiliki kepentingan terhadap
kondisi tersebut karena statusnya sebagai salah satu produsen gas bumi besar di
dunia. Apalagi sejak tahun 2004, Indonesia menjadi net importir minyak
bumi sehingga dibutuhkan ketersediaan energi lain, termasuk gas bumi.
Provinsi Maluku sebagai salah satu
wilayah bagian timur Indonesia kembali menjadi perhatian dunia bukan karena
rempah-rempahnya, namun karena potensi gas bumi yang diperkirakan mencapai 10,7
Trillion Cubic Feet (TCF) atau memiliki reserve to production selama
70 tahun yang melebihi gas bumi di Qatar. Bahkan beberapa pihak memprediksikan
proyek Liquefied Natural Gas (LNG) Blok Masela akan menjadi proyek gas
bumi terbesar di dunia dengan nilai investasi mencapai USD 30 miliar atau
sekitar Rp 390 triliun. Temuan ini justru direspons dengan penundaan keputusan
presiden terkait model pengembangan Blok Masela di darat (onshore) atau
lepas pantai (offshore), meskipun telah dilakukan kajian oleh beberapa
pihak, seperti dari Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas),
Kementerian Koordinator Maritim dan Sumber Daya, serta Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral (KESDM). Hal ini tentu saja akan menjadi disinsentif bagi
investor, memengaruhi sosial-ekonomi masyarakat Maluku, mengancam ketersediaan
pasokan gas bumi domestik, dan menurunkan investasi hulu minyak dan gas bumi
(migas) di masa yang akan mendatang.
1.2 Perumusan
Masalah
Permasalahan yang ada dalam penulisan
ini adalah bagaimana perbandingan model pengembangan Blok Masela secara onshore dan offshore. Serta begaimana dampak yang diberikan bagi kesejahteraan
masyarakat disekitar lingkungan tersebut.
1.3 Tujuan
Penulisan
Tujuan penulisan merupakan sebuah bagian penulisan
yang digunakan dalam menyusun sebuah laporan akhir yang berfungsi untuk
menjelaskan maksud dan tujuan yang ingin dicapai. Berikut ini merupakan tujuan
penulisan ini.
1.
Mengetahui bagaimana
perbandingan model pengembangan Blok Masela secara onshore dan offshore
2. Mengetahui bagaimana dampak yang diberikan bagi kesejahteraan
masyarakat disekitar lingkungan tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Silang Pendapat Opsi Model Pengembangan
Blok Masela
Potensi
Blok Masela yang sangat besar menjadikannya lebih menarik dibandingkan blok
migas lainnya. Silang pendapat model pengembangan Blok Masela yang bermunculan
sejatinya dilatarbelakangi oleh semangat optimistis memberikan manfaat yang
lebih baik bagi masyarakat dan negara. Seluruh pendapat tersebut, baik
pemerintah, akademisi, pelaku usaha, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan
politikus, terdikotomi antara pengembangan Blok Masela di offshore dan/
atau onshore.
Menurut
perspektif Kementerian ESDM, model pengembangan Blok Masela dengan offshore yang
berbentuk Floating Liquefied Natural Gas (FLNG) dianggap memiliki biaya
lebih murah, yaitu USD14,8 miliar dibanding onshore sebesar USD19,3
miliar. Di sisi lain, biaya operasional pembangunan jaringan pipa gas juga
lebih mahal, yaitu USD356 juta per tahun, sedangkan pembangunan FLNG hanya
USD304 juta. Pengembangan Blok Masela dengan offshore juga akan (a)
menumbuhkan industri maritim dalam negeri, seperti industri perkapalan, (b)
lebih efisien karena prosesnya tidak memerlukan pembebasan tanah, dan (c)
memberikan sumbangan yang lebih besar kepada Produk Domestik Bruto (PDB).
Penerimaan negara diproyeksikan mencapai USD51,8 miliar dibandingkan onshore
yang hanya USD42,3 miliar. Selain itu, jika model offshore dipilih
maka rangkaian berikutnya adalah KESDM akan mempersiapkan dana pembangunan Blok
Masela. Dana tersebut digunakan untuk mengembangkan wilayah di sekitar ladang
gas sehingga infrastruktur terbangun lebih cepat. Dana akan dikelola oleh badan
percepatan pembangunan Maluku dan disisihkan dari penjualan gas Blok Masela
sebesar Rp5 triliun per tahun, lalu dibagi rata ke daerah yang berada di
sekitar blok. Tantangan pemerintah berikutnya adalah kecemburuan dari daerah
penghasil migas lainnya untuk mendapatkan perlakuan yang sama, seperti Aceh,
Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.
Menurut
Kemenko Maritim dan Sumber Daya, model pengembangan Blok Masela di onshore dianggap
lebih murah, yaitu USD16 miliar dibanding offshore sebesar USD22 miliar.
Di samping itu, rencana pembangunan jaringan pipa gas sepanjang 600 km dari
Blok Masela ke Kepulauan Aru akan memberikan dampak pengganda ekonomi yang
tinggi bagi masyarakat. Selain produksi dan distribusi gas lebih aman melalui pipa,
kondisi tersebut juga akan mendorong pengembangan konektivitas antarwilayah di
Maluku dan sekitarnya. Nilai tambah penggunaan pipa gas dapat mencapai tiga
hingga lima kali lipat dibandingkan menggunakan FLNG.
Di
antara dua pendapat tersebut, pengamat ekonomi, Faisal Basri, mengkritisi bahwa
kedua model pengembangan Blok Masela sarat kepentingan. Pada onshore,
indikasinya dapat dilihat saat dikaitkan dengan pembangunan pipa gas dan
pembebasan lahan seluas 600 ha oleh pelaku usaha tertentu. Begitu pula dengan offshore,
yang dilihat dari manfaat pembuatan kapal FLNG hanya akan dinikmati oleh
korporasi multinasional besar. Oleh sebab itu, saat ini Presiden Jokowi belum
memutuskan model pengembangan Blok Masela karena berusaha mengkaji dari
berbagai aspek, seperti ekonomi, teknis, sosial, lingkungan, dan kedaulatan
kawasan. Keputusan tersebut akan diambil pada tahun 2018 dan sekaligus
memberikan waktu kepada investor untuk menimbang kembali model pengembangan
yang diinginkan tanpa mengesampingkan kepentingan masyarakat. Namun menurut
kajian LPEM-UI, penundaan satu tahun atas pengembangan proyek tersebut akan
merugikan perekonomian (PDB) sebesar USD4,2 miliar.
2.2 Perbandingan Model Pengembangan Blok Masela
Kedua
opsi model pengembangan Blok Masela dapat diperbandingkan tanpa memihak kepada
kelompok yang pro ataupun skeptis terhadap pilihan model pengembangan Blok
Masela. Pada Tabel 1 disajikan perbandingan tersebut dengan beberapa indikator
secara sederhana.
Berdasarkan
hasil review, secara umum model offshore relatif lebih baik
dibandingkan onshore dari sisi ekonomi, teknis, sosial, dan lingkungan.
Meskipun demikian, kondisi ini tidak serta-merta menjadikan onshore sebagai
opsi buruk dilihat dari sisi penyerapan tenaga kerja, pengembangan wilayah
pesisir, dan kedaulatan wilayah. Apalagi salah satu isu utama tentang biaya
investasi proyek terdapat perbedaan dan cenderung kontroversial berdasarkan
kepentingan masing-masing pihak. Selain itu, dampak pengganda onshore yang
belum diukur tidak boleh dikesampingkan, seperti kemunculan kawasan industri
hilir dan perkotaan. Pada akhirnya yang perlu disadari oleh semua pihak bahwa
seluruh biaya tersebut akan dibayar oleh negara melalui mekanisme cost
recovery
Tabel 2.1 Perbandingan
Indikator dalam Model Pengembangan Blok Masela
No
|
Indikator
|
Offshore
|
Onshore
|
A. Ekonomi
|
|
|
|
1
|
Pengadaan
Lahan
|
Terbatas
untuk basis pengadaaan logistik wilayah
|
Tersedia
sangat luas dan dapat mengembangkan logistik wilyah
|
2
|
Fasilitas
Pasca Berakhirnya kontrak
|
Dapat
dipindahkan ke tempat lain karena sifatnya floating
|
Tidak dapat
dipindahkan
|
3
|
Biaya
belanja modal
|
• USD 14,8 miliar (versi KESDM)
• USD 22 miliar (versi Kemenko)
|
• USD 19,3 miliar (versi KESDM)
• USD16 miliar (versi Kemenko)
|
4
|
PDB
|
USD126,3
miliar (LPEM, UI)
|
USD 122
miliar (LPEM, UI)
|
5
|
Penyerapan
tenaga kerja
|
657.000
orang (LPEM UI)
|
>
657.000 orang
|
6
|
Pengembangan
wilayah pesisir
|
Telekomunikasi
dan transportasi kurang berkembang
|
Telekomunikasi
dann transportasi berkembang
|
B. Teknis
|
|
|
|
1
|
Waktu
pembangunan fisik
|
50 bulan
membangun FLNG
|
45 bulan
membangun pipa gas di luar waktu pembebasan lahan
|
C. Sosial
|
|
|
|
1
|
Konflik
tanah
|
Kemungkinan
terjadi sangat kecil
|
Kemungkinan
terjadi sangat besar
|
2
|
Konflik
sosial
|
Resiko
kecil
|
Resiko
besar
|
|
|
|
|
1
|
Bencana
alam
|
Resiko
kecil
|
Resiko besar
|
2
|
Kerusakan
biota laut
|
Resiko kecil
|
Resiko besar
|
3
|
Kerusakan
hutan
|
Resiko kecil
|
Resiko besar
|
D.
Kedaulatan
|
|
|
|
1
|
Kedaulatan
wilayah
|
Posisi
sulit menjadi penanda batas maya di laut
|
Posisi
tegas menjadi penanda pengelolaan
|
2.3 Blok Masela dan Pemerataan Hasil
Pembangunan Ekonomi
Pemerintah
daerah berharap agar Blok Masela dapat bermanfaat bagi pembangunan ekonomi
wilayahnya, baik dengan model pengembangan offshore maupun onshore.
Harapan tersebut tidak berlebihan karena menurut data BPS Maluku, sebanyak
18,84 persen dari 1,6 juta jiwa penduduk Provinsi Maluku ternyata terkategori
miskin atau secara nasional menempati urutan keempat setelah Papua, Papua
Barat, dan Nusa Tenggara Timur Bahkan Blok Masela yang berada di Pulau Masela
wilayah Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) menjadi daerah termiskin dari 11
kabupaten/kota yang ada di Maluku. Eksplorasi Blok Masela tidak berarti pasti
akan menurunkan penduduk miskin, namun paling tidak kesempatan kerja bertambah
dan masyarakat kecil dapat lebih berpartisipasi. Pengalaman di Pulau Wetar,
Kabupaten MBD, diharapkan tidak terjadi.
Ketika
Blok Masela dioperasikan, Provinsi Maluku akan mendapatkan participating
interest (PI) atau penyertaan modal 10 persen dari pemerintah pusat.
Konsekuensi PI tersebut, Pemprov Maluku perlu melibatkan investor di Maluku dan
orang Maluku di luar wilayah Maluku. Untuk itu, Pemprov Maluku melalui Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD), yaitu PT Maluku Energi, dapat bekerja sama dengan
Pertamina atau BUMN lain di bidang migas. Jadi terlepas dari opsi model
pengembangan Blok Masela, masyarakat Maluku akan tetap mendapatkan manfaatnya.
Dampak
pengembangan Blok Masela bagi kesejahteraan rakyat di sekitarnya tidak hanya berhenti
pada saat proyek dijalankan tetapi juga saat proyek berakhir, khususnya terkait
infrastruktur dan dana merawat infrastruktur tersebut. Oleh sebab itu,
pemerintah daerah harus memerhatikan beberapa hal, yaitu (1) menghindari
pengembangan daerah kantong sehingga daerah yang tidak berhubungan langsung
dengan Blok Masela juga berkembang, (2) membangun secara inklusif dengan
pembangunan sarana yang terintegrasi antara kebutuhan pengelolaan gas bumi Blok
Masela dengan kebutuhan ekonomi masyarakat, misalnya pembangunan pelabuhan, dan
(3) mengelola dana hasil pengembangan Blok Masela secara bijaksana agar
kegiatan ekonomi lainnya tetap berjalan ketika proyek telah berakhir.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan
dibuat untuk menjawab tujuan dari penulisan ini dimana jawaban tersebut berada
pada bab pembahasan. Berikut ini adalah kesimpulan dari penulisan ini.
1. Perbandingan model pengembangan Blok Masela secara onshore dan offshore berdasarkan indikator ekonomi, teknis, sosial, dan
kedaulatan. Penjelasan perbandingan bisa dilihat di tabel 2.1
2. Berdasarkan hasil review,
secara umum model offshore relatif lebih baik dibandingkan onshore dari
sisi ekonomi, teknis, sosial, dan lingkungan. Meskipun demikian, kondisi ini
tidak serta-merta menjadikan onshore sebagai opsi buruk dilihat dari
sisi penyerapan tenaga kerja, pengembangan wilayah pesisir, dan kedaulatan
wilayah. Apalagi salah satu isu utama tentang biaya investasi proyek terdapat perbedaan
dan cenderung kontroversial berdasarkan kepentingan masing-masing pihak. Selain
itu, dampak pengganda onshore yang belum diukur tidak boleh
dikesampingkan, seperti kemunculan kawasan industri hilir dan perkotaan.
3.1 Saran
Kehati-hatian diperlukan terutama saat investasi hulu migas
sedang lesu karena rendahnya harga minyak dunia. Hasil kajian yang komprehensif
dan transparan diperlukan guna mendasari penentuan kebijakan tersebut.
Pertimbangan bahwa dengan biaya termurah untuk mendapatkan manfaat terbesar
juga tidak dapat digunakan dalam menentukan opsi. Oleh sebab itu, pemerintah
harus meninjau kembali rencana pengembangan dan tahapan studi konseptual
pengembangan Blok Masela, sehingga dapat menentukan fasilitas terbaik
pengembangan blok.
Komentar
Posting Komentar